Langsung ke konten utama

Kalimat Aneh


Ini sebenarnya tidak termasuk dalam kajian Bahasa Indonesia Jurmalistik, karena bukan hasil karya wartawan.
Ini saya angkat sebagai bahan kajian bersama, karena ini adalah lead atau paragraf pertama sebuah artikel opini yang dimuat salah satu koran harian terbitan Makassar, edisi Sabtu, 31 Januari 2015.
Saya tertarik membahasnya karena tulisan ini sebenarnya menarik. Sayangnya, ketertarikan saya terganggu oleh kalimat aneh dan kata yang salah pada paragraf pertama.
Paragraf ini terdiri atas dua kalimat. Kalimat pertama dibuka dengan: "Kebiasaan Gus Dur membaca sastra sejak kecil, di kemudian hari..." (Foto: Asnawin)



----

Kalimat Aneh


------
Ini sebenarnya tidak termasuk dalam kajian Bahasa Indonesia Jurmalistik, karena bukan hasil karya wartawan.

Ini saya angkat sebagai bahan kajian bersama, karena ini adalah lead atau paragraf pertama sebuah artikel opini yang dimuat salah satu koran harian terbitan Makassar, edisi Sabtu, 31 Januari 2015.

Saya tertarik membahasnya karena tulisan ini sebenarnya menarik. Sayangnya, ketertarikan saya terganggu oleh kalimat aneh dan kata yang salah pada paragraf pertama.

Paragraf ini terdiri atas dua kalimat. Kalimat pertama dibuka dengan: "Kebiasaan Gus Dur membaca sastra sejak kecil, di kemudian hari..."

Kalimat kedua: "Selain karena Islam memang menganjarkan untuk saling menyayangi, ..."

Di sinilah keanehan itu. Kalau kalimat pertama dibuka dengan pengantar kata atau masalah sastra, maka kalimat berikutnya juga seharusnya dilanjutkan dengan kata atau masalah sastra, tetapi anehnya, kalimat kedua justru dilanjutkan dengan kata atau masalah Islam.

Pada kalimat kedua juga terdapat kata yang salah, yakni "menganjarkan". Yang benar adalah "menganjurkan."

Ini pasti salah ketik, tetapi lebih salah lagi karena sang penulis gagal "menemukan" kesalahan itu, dan redaktur opini pun tak sempat mengoreksinya.

Kalimat aneh dan kesalahan kecil seperti ini, tentu saja dapat "menghilangkan selera" membaca, atau menimbulkan kejengkelan.

Dampaknya, selain mengurungkan niat membaca tulisan/artikel opini yang sebenarnya menarik itu, pembaca juga akan memberikan penilaian kurang bagus kepada redaktur dan awak redaksi secara keseluruhan.

Mohon maaf dan mohon dikoreksi kalau penilaian ini salah, tetapi inilah wujud kegelisahan sekaligus kepedulian saya sebagai seorang wartawan.

Asnawin Aminuddin
Gowa, 1 Februari 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiga Pertanyaan Sebelum Menulis Feature

DIKLAT JURNALISTIK.  Direktur Perpustakaan Pers PWI Sulsel, Asnawin Aminuddin, membawakan dua materi, yakni "Memahami dan Menulis Berita" dan "Teknik Menulis Feature", pada Diklat Jurnalistik Pelajar SLTA se-Kabupaten Bulukumba, di SMA Negeri 1 Bulukumba, Selasa, 25 Juni 2013. (ist)

Pemborosan Kata

PEMBOROSAN KATA atau pleonasme adalah salah satu majas dalam bahasa Indonesia. Majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain. Pleonasme adalah majas yang menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak dibutuhkan. (Foto: Asnawin)

Metode Penulisan Resensi

Frazer Bond (1961: 236) mengemukakan beberapa metode penulisan resensi, yakni Metode Klasik, Metode Laporan, Metode Panoramik, dan Metode Impressionistik. Metode Panoramik memerlukan pandangan yang bersifat sejarah. Sambil mengadakan pertimbangan terhadap buku, penulis resensi membanding-bandingkannya dengan seluruh rentetan sejarah buku-buku yang umumnya berkategori sama.