Langsung ke konten utama

Peraturan Dasar PWI


Organisasi ini bernama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), didirikan di kota Solo, pada tanggal 9 Februari 1946 untuk waktu yang tidak ditentukan. PWI berasaskan Pancasila. PWI adalah organisasi wartawan Indonesia independen dan profesional tanpa memandang, baik suku, ras, agama, dan golongan, maupun keanggotaan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan.




Peraturan Dasar PWI


- Hasil Kongres XXII PWI, 28-29 Juli 2008, di Aceh
- Draft awal adalah keputusan Konkernas PWI 4 – 10 Juli 2007 di Jayapura, Papua

- Dikutip dari http://www.pwi.or.id/index.php/pd-prt


PEMBUKAAN

BAHWA sejarah menunjukkan, perjuangan Wartawan Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perjuangan Rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan,  maupun mempertahankan dan mengisinya di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAHWA Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat dan berlandaskan Pancasila.

BAHWA Negara Kesatuan Republik Indonesia bertujuan mewujudkan masyarakat yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, merdeka, berdaulat, adil dan makmur serta beradab .

BAHWA dalam perjuangan Rakyat Indonesia mencapai cita-citanya, Wartawan Indonesia berpegang teguh pada konstitusi negara.

BAHWA dengan menyadari peranannya sebagai alat perjuangan bangsa, Wartawan Indonesia bertekad melanjutkan tradisi   patriotik dalam  semangat demokrasi.

BAHWA dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta tanpa membedakan  aliran politik, suku, ras, agama dan golongan, Wartawan Indonesia pada tanggal 9 Februari 1946 di kota Solo telah menyatukan diri dalam organisasi wartawan nasional bernama Persatuan Wartawan Indonesia disingkat PWI.

Berdasarkan Pembukaan ini dan dengan memohon ridho Tuhan Yang Maha Esa, disusunlah Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, dan Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia, yang berlaku bagi Wartawan Anggota PWI.

BAB I
NAMA, ASAS, DAN SIFAT 

Pasal  1

(1) Organisasi ini bernama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), didirikan di kota Solo pada tanggal 9 Februari 1946 untuk waktu yang tidak ditentukan.
(2)   PWI berasaskan Pancasila.
(3)   PWI adalah organisasi wartawan Indonesia independen dan profesional tanpa memandang, baik suku, ras, agama, dan golongan, maupun keanggotaan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan.

Pasal 2

(1) PWI meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) PWI Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(3) PWI memiliki :
      a. Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, dan  Kode Etik Jurnalistik;
      b. Lambang, Panji dan Lencana;
      c. Hymne dan Mars.
(4) Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, Kode Etik Jurnalistik, lambang, panji, lencana, hymne dan mars, ditetapkan oleh Kongres.

Pasal  3

(1)  PWI menerbitkan Kartu Anggota.
(2)  Bagi Anggota Biasa dan Anggota Muda, Kartu Anggota juga berlaku sebagai Kartu Pers PWI.
(3)  Ketentuan ayat (2) Pasal ini tidak berlaku bagi Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan.

BAB II
TUJUAN DAN UPAYA


Pasal 4

Tujuan PWI adalah :
(a) Tercapainya cita-cita Rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan  Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
(b) Terwujudnya kehidupan Pers Nasional yang merdeka, profesional, bermartabat, dan beradab.
(c) Terpenuhinya hak masyarakat memperoleh informasi yang benar dan bermanfaat.
(d) Terwujudnya tugas pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Pasal 5

(1) Ke dalam, PWI berupaya :
a. Memupuk kepribadian wartawan Indonesia sebagai warga negara yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan taat pada konstitusi;
b. Memupuk kesadaran dan komitmen wartawan Indonesia untuk berperanserta di dalam pembangunan bangsa dan negara;
c. Meningkatkan ketaatan wartawan pada Kode Etik Jurnalistik, demi   citra. kredibilitas, dan integritas wartawan dan PWI;
d. Mengembangkan kemampuan profesional wartawan;
e. Memberikan bantuan dan perlindungan  hukum kepada wartawan dalam melaksanakan tugas profesinya;
f. Memperjuangkan kesejahteraan wartawan.

(2) Keluar PWI berupaya :
a. Memperjuangkan terlaksananya peraturan perundang-undangan serta kehidupan bermasyarakat,  berbangsa, dan bernegara yang menjamin pertumbuhan dan pengembangan pers yang merdeka, profesional, dan bermartabat.
b. Menjalin kerja sama dengan unsur pemerintah, masyarakat, dan organisasi pers di dalam dan di luar negeri.

BAB III
KEANGGOTAAN

   
Pasal  6

PWI beranggotakan Wartawan Indonesia, yang melaksanakan profesi kewartawanan. 

Pasal   7
  
Keanggotaan PWI terdiri atas :
a. Anggota Biasa;
b. Anggota Muda;
c. Anggota Luar Biasa;
d. Anggota Kehormatan;

Pasal 8

(1) Untuk menjadi Anggota Biasa PWI seseorang harus memenuhi persyaratan:
a. Sudah menjadi Anggota Muda PWI selama 2 (dua) tahun;
b. Melakukan profesi kewartawanan secara aktif;
c. Lulus ujian peningkatan status keanggotaan yang diselenggarakan oleh Pengurus PWI.
(2) Syarat-syarat  menjadi Anggota Muda, adalah :
a.  Warga negara Republik Indonesia;
b.  Berusia sekurang-kurangnya 18 tahun;
c. Berijazah serendah-rendahnya SMU (Sekolah Menengah Umum) atau yang sederajat sebelum tahun 2008 dan serendah-rendahanya DIII sesudah tahun 2008.
d. Telah diangkat menjadi wartawan oleh media tempat yang bersangkutan bekerja.
e. Tidak pernah dihukum oleh pengadilan karena melakukan tindak pidana yang bertentangan dengan martabat dan profesi kewartawanan dan asas serta tujuan PWI.
(3) Anggota Biasa yang tidak aktif lagi melakukan kegiatan kewartawanan dapat menjadi Anggota Luar Biasa.
(4) Untuk dapat diangkat menjadi Anggota Kehormatan PWI seseorang (Warga Negara Indonesia) harus berjasa luar biasa bagi perkembangan Pers Nasional, khususnya PWI.

Pasal 9
(1) Setiap Anggota PWI berkewajiban :
a. Menaati Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI, serta keputusan-keputusan organisasi;
b. Menjaga kredibilitas dan integritas wartawan dan PWI.
(2) Menaati Kode Etik Jurnalistik.
(3) Membayar uang iuran.

Pasal 10
Anggota PWI dilarang merangkap keanggotaan organisasi kewartawanan di tingkat nasional dan di tingkat daerah.

Pasal 11
(1) Anggota Biasa berhak :
a. Menghadiri Konferensi Cabang/Perwakilan dan Konferensi Kerja Cabang/Perwakilan;
b. Mengemukakan  pendapat serta  mengajukan usul dan saran;
c. Memilih dan dipilih menjadi Pengurus jika memenuhi persyaratan;
d. Memberikan suara pada pengambilan keputusan yang dilakukan melalui pemungutan suara;
(2)  Anggota Muda, Anggota Luar Biasa, dan Anggota Kehormatan dapat diundang menghadiri Kongres, Konferensi Cabang/Perwakilan, dan Konferensi Kerja Cabang/Perwakilan, serta dapat  mengemukakan pendapat dan mengajukan usul atau saran.
(3)  Setiap Anggota PWI berhak memperoleh bantuan hukum atas perkara yang dihadapi berkenaan dengan profesi kewartawanannya

BAB  IV
ORGANISASI

Pasal  12

(1) Di tingkat nasional Kongres adalah pemegang wewenang tertinggi organisasi.
(2) Di tingkat Cabang/Perwakilan  Konferensi Cabang/Perwakilan adalah pemegang wewenang tertinggi.

Pasal  13
(1) Pengurus Pusat PWI terdiri atas:
a.  Penasihat, 
b.  Dewan Kehormatan PWI
c.  Pengurus Harian;
d.  Ketua Departemen
e.  Direktur program
(2)  Pengurus Pleno Pusat PWI terdiri atas:
a.  Penasihat, 
b.  Pengurus Harian;
c.  Departemen
d.  Direktur program
(3)   Dewan Kehormatan bersifat  otonom.
(4)  Apabila Dewan Kehormatan ikut di dalam rapat pleno Pengurus Pusat PWI, maka disebut rapat paripurna atau rapat pleno plus.

Pasal  14

(1)    Pengurus Harian Pusat PWI terdiri dari :
a.  Ketua Umum;
b.  Ketua Bidang Organisasi dan Daerah;
c.  Ketua Bidang Pembelaan Wartawan;
 d.  Ketua Bidang Pendidikan dan Litbang;
 e.  Ketua Bidang Kesejahteraan;
 f.  Ketua Bidang Luar Negeri;
 g.  Ketua Bidang Media Cetak
 h.  Ketua Bidang Media Radio dan Televisi
 i.   Ketua Bidang Multi Media
 j.   Sekretaris Jenderal;
 k.   Wakil Sekretaris Jenderal;
 l.   Wakil Sekretaris Jenderal;
 m.  Bendahara Umum;
 n.  Wakil Bendahara Umum;
(2)     Personalia  Pengurus  Harian Pusat PWI dipilih untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, terdiri atas mereka yang sudah menjadi Anggota Biasa PWI sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
(3)     Khusus untuk jabatan Ketua Umum, pernah menjadi Pengurus Harian Pusat PWI/Cabang dan atau Anggota Dewan Kehormatan serta bersedia tinggal di Jakarta.
(4)     Atas usul Ketua Bidang Pembelaan Wartawan,   Pengurus Harian dapat membentuk Kelompok Kerja Pembelaan Wartawan yang bersifat permanen atau sementara.
(5)   Atas usul Ketua Bidang Pendidikan dan Litbang Pengurus Harian dapat membentuk Kelompok Kerja Pendidikan dan atau Litbang yang bersifat permanen atau sementara.
(6)   Pada akhir masa baktinya Pengurus Pusat PWI harus menyampaikan Laporan Pertanggung-jawaban kepada Kongres.

Pasal 15

(1)   Departemen dibentuk sesuai dengan kebutuhan. 
(2)   Direktur program  ditetapkan sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 16

(1)     Di tiap provinsi dibentuk Cabang PWI.
(2)    Khusus di Surakarta, tempat lahirnya PWI, dibentuk Cabang PWI.
(3)    Pengurus  Cabang   berkedudukan  di Ibukota   Provinsi, kecuali Cabang PWI Surakarta.

Pasal  17
 (1) Pengurus Cabang terdiri atas :
        a.  Pengurus Harian;
        b.  Dewan Kehormatan Daerah;
        c.  Ketua Seksi.
(2)  Pengurus Pleno Cabang PWI terdiri atas:
a. Pengurus Harian;
b. Ketua Seksi-seksi;
c. Ketua PWI Perwakilan
(3)   Dewan Kehormatan Daerah bersifat otonom.
(4)  Apabila  Dewan  Kehormatan  Daerah  mengikuti  rapat  Pleno Cabang, maka disebut rapat paripurna atau rapat pleno Cabang plus.
(5) Pengurus Harian Cabang PWI terdiri atas  :
a. Ketua ;
b. Wakil Ketua Bidang Organisasi;
c. Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan;
d. Wakil Ketua Bidang Pendidikan;
e. Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan;
f. Sekretaris;
g. Wakil Sekretaris sebanyak-banyaknya dua orang;
h. Bendahara;
      i. Wakil Bendahara.
(6) Ketua  Cabang  PWI dipilih oleh Konferensi Cabang untuk masa bakti 5 tahun, dengan ketentuan:
a.   Untuk  jabatan  Ketua  berlaku syarat  sudah  menjadi  Anggota  Biasa  PWI  sekurang-kurangnya  3 (tiga) tahun dan diutamakan yang pernah menjadi Pengurus Pleno PWI Cabang.
b.  Untuk  jabatan  lain  berlaku  syarat  sudah  menjadi  Anggota  Biasa PWI sekurang-kurangnya  1 (satu)  tahun.
(7)  Pada  akhir masa jabatannya Pengurus PWI Cabang  harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam Konferensi Cabang.
(8)   Konferensi  Cabang  menetapkan  menerima atau menolak laporan dan pertanggungjawaban yang disampaikan  oleh Pengurus Cabang.
(9)   Seksi-seksi dibentuk sesuai dengan kebutuhan Cabang

Pasal 18

Di Cabang dibentuk Tim Pembelaan Wartawan, dengan ketentuan:
a.  Tim diketuai oleh Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan;
b.   Jumlah anggota Tim disesuaikan dengan kebutuhan.

Pasal   19

(1)     Pengurus Cabang PWI  dapat membentuk Perwakilan PWI di wilayah Kabupaten/Kota.
(2)  Perwakilan PWI dapat dibentuk di dan untuk satu wilayah Kabupaten/Kota, atau untuk gabungan dari dua atau lebih Kabupaten/Kota yang berdekatan dan minimal mempunyai 5 orang anggota berstatus biasa dengan ketentuan bukan di Ibukota Provinsi.
(3)  Pembentukan Perwakilan PWI disahkan oleh Pengurus Cabang PWI dan dikukuhkan oleh Pengurus Pusat PWI.
(4)   Struktur  organisasi  Cabang  PWI DKI Jakarta diatur secara khusus  oleh Pengurus Pusat.
(5)   Pengurus Perwakilan PWI dipilih dari Anggota Biasa yang ada untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun,  terdiri atas minimal 3 orang pengurus, masing-masing Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
(6)   Ketua  Perwakilan  dipilih  oleh Konferensi  Perwakilan,  dengan ketetntuan :
a.  Untuk Ketua Perwakilan berlaku syarat sudah menjadi Anggota Biasa PWI sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
        b.  Untuk jabatan-jabatan lain berlaku syarat sudah menjadi anggota  PWI.   

Pasal 20

(1)   Seseorang  tidak  boleh  menduduki  jabatan  yang  sama dalam   kepengurusan PWI  lebih dari dua kali masa jabatan secara berturut-turut,
(2)   Pengurus tidak  boleh  menduduki jabatan  rangkap  dalam struktur organisasi PWI.
(3)  Pengurus PWI di Pusat  maupun di Cabang  dan Perwakilan tidak boleh merangkap jabatan pengurus partai politik dan organisasi yang terafiliasi.


Pasal  21

(1)    Di tingkat  Pusat dibentuk Dewan Kehormatan.
(2)   Di tingkat Cabang dibentuk Dewan Kehormatan Daerah.
(3)  Dewan  Kehormatan  maupun  Dewan  Kehormatan   Daerah   bersifat  otonom  (dapat menggunakan Cap dan Kop Surat sendiri yang secara operasional tetap berkoordinasi dengan DK PWI).
(4)   Anggota  Dewan Kehormatan   maupun   Anggota   Dewan Kehormatan Daerah terdiri atas Anggota PWI yang telah menjadi Anggota Biasa sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan sudah berusia 40 tahun yang diutamakan pernah menjadi pengurus PWI.
(5)  Dewan Kehormatan  beranggotakan sekurang-kurangnya 5 (lima)  orang  dan sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang,  termasuk Ketua dan Sekretaris.
(6)    Ketua Dewan Kehormatan dipilih oleh Kongres untuk masa bakti sampai Kongres berikutnya.
(7)  Ketua  Dewan  Kehormatan  Daerah dipilih oleh Konferensi Cabang. Dewan Kehormatan Daerah beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, untuk masa bakti  sampai Konferensi Cabang berikutnya.


BAB  V
PERMUSYAWARATAN


Pasal  22

(1)    Kongres diadakan sekali dalam 5 tahun.
(2)   Kongres   mendengar  dan  menilai  laporan  pertanggungjawaban Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan.
(3)   Kongres menetapkan menerima atau menolak laporan  pertanggungjawban Pengurus Pusat
(4)   Kongres menetapkan :
a.   Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga;
         b.  Kode Etik Jurnalistik PWI;
c.   Lambang, panji, lencana, himne dan mars PWI;
d.   Kartu Anggota/Pers;
e.   Keputusan-keputusan lain yang dianggap perlu.
(5)  Kongres memilih :
a.  Ketua Umum Pusat PWI;
b.  Ketua Dewan Kehormatan;
c.  Formatur;
(6)   Organisasi  dapat menyelenggarakan Konvensi Nasional Wartawan Indonesia yang dihadiri oleh utusan dari media massa.
(7)   Organisasi dapat mengadakan Kongres Luarbiasa.
(8)   Diantara 2 Kongres organisasi mengadakan sekurang-kurangnya satu kali Konferensi Kerja Nasional.

Pasal  23
 (1)  Di tingkat Cabang,  organisasi mengadakan :
a.  Konferensi  Cabang dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali;
b. Konferensi  Kerja   Cabang, sekurang-kurangnya satu kali dalam setiap periode kepengurusan.
(2)   Konferensi Cabang mendengar dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus Cabang.
(3)   Konfrensi cabang  menetapkan  menerima  atau  menolak laporan pertangungjawaban pengurus cabang
(4)    Konferensi Cabang menetapkan
        a. Program kerja;
        b. Ketua Cabang;
        c. Ketua Dewan Kehormatan Daerah;
        d.  Formatur.
(5)   Di tingkat Cabang dapat diadakan Konferensi Luar Biasa Cabang

Pasal  24

(1)     Di tingkat Perwakilan, organisasi mengadakan Konferensi Perwakilan setiap 3 (tiga) tahun sekali.
 (2)   Konferensi  Perwakilan    mendengar   dan   menilai  laporan   pertanggungjawaban Pengurus, serta menetapkan program kerja, dan memilih Ketua Perwakilan.

BAB VI
KEKAYAAN ORGANISASI


Pasal  25

(1)    Kekayaan organisasi terdiri atas harta bergerak dan harta tidak  bergerak.
(2)   Keuangan organisasi diperoleh dari :
a.  Uang iuran;
b.  Usaha-usaha yang sah dan tidak bertentangan dengan tujuan serta martabat PWI;
c.  Sumbangan yang tidak mengikat serta tidak bertentangan dengan tujuan dan martabat PWI.

BAB VII
LAIN-LAIN


Pasal  26

(1)   Pembukaan, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga merupakan kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.
(2)   Perubahan Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, Kode Etik Jurnalistik PWI, lambang, panji, lencana, mars, hymne, dan kartu anggota, ditetapkan oleh Kongres.

Pasal 27

(1)   Pembubaran  organisasi  ditetapkan oleh Kongres.
(2)  Apabila terjadi pembubaran organisasi, Kongres menentukan penggunaan kekayaan organisasi.

Pasal 28

Hal-hal lain yang tidak atau belum diatur di dalam Peraturan Dasar ini diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiga Pertanyaan Sebelum Menulis Feature

DIKLAT JURNALISTIK.  Direktur Perpustakaan Pers PWI Sulsel, Asnawin Aminuddin, membawakan dua materi, yakni "Memahami dan Menulis Berita" dan "Teknik Menulis Feature", pada Diklat Jurnalistik Pelajar SLTA se-Kabupaten Bulukumba, di SMA Negeri 1 Bulukumba, Selasa, 25 Juni 2013. (ist)

Pemborosan Kata

PEMBOROSAN KATA atau pleonasme adalah salah satu majas dalam bahasa Indonesia. Majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain. Pleonasme adalah majas yang menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak dibutuhkan. (Foto: Asnawin)

Metode Penulisan Resensi

Frazer Bond (1961: 236) mengemukakan beberapa metode penulisan resensi, yakni Metode Klasik, Metode Laporan, Metode Panoramik, dan Metode Impressionistik. Metode Panoramik memerlukan pandangan yang bersifat sejarah. Sambil mengadakan pertimbangan terhadap buku, penulis resensi membanding-bandingkannya dengan seluruh rentetan sejarah buku-buku yang umumnya berkategori sama.